Beranda | Artikel
Hukum Fotografi dalam Islam
Rabu, 17 Februari 2021

Bagaimana hukum fotografi dalam Islam?

Hukum melukis makhluk bernyawa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu,  ia berkata: Saya mendengar Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا بَعُوضَةً أَوْ لِيَخْلُقُوا ذَرَّةً

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan lalat atau semut kecil (jika mereka memang mampu)!” (HR. Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111, juga Ahmad 2: 259, dan ini adalah lafazhnya)

Juga dari Abu Hurairah dalam riwayat lain disebutkan,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِى ، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً ، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ شَعِيرَةً

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan semut kecil, biji atau gandum (jika mereka memang mampu)! ” (HR. Bukhari no. 7559)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَوَّرَ صُورَةً عُذِّبَ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا

Barangsiapa yang membuat gambar, ia akan disiksa hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Namun kenyataannya ia tidak bisa meniupnya.” (HR. An Nasai no. 5359 dan Ahmad 1: 216. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini dibedakan antara gambar hewan (yang memiliki ruh, pen) dan bukan hewan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa boleh saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar yang lain (yang tidak memiliki ruh, pen).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 29:370)

 

Beda Melukis dan Mengambil Foto

Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata, “Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.” (HR. Bukhari no. 2225)

Hadits di atas membicarakan pelukis yang mereka-reka gambar makhluk bernyawa sehingga menghasilkan gambar baru yang menyerupai ciptaan Allah. Adapun foto dari kamera berbeda. Foto hasil kamera adalah gambar ciptaan Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera ibarat hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin.

Baca juga: Hukum mengambil foto dengan kamera

 

Hukum Fotografi

Terkait foto makhluk bernyawa, bagaimana hukum memotret makhluk hidup?

Pendapat pertama, diharamkan memotret dan hasil fotonya, kecuali untuk suatu yang penting seperti paspor, KTP, ijazah, dan dokumen penting lainnya. Alasannya, karena memotret sama dengan menggambar.

Pendapat kedua, hukumnya dibolehkan selagi memenuhi kaidah:

  • Bukan gambar wanita
  • Bukan gambar laki-laki yang membuka aurat
  • Tidak dipajang di dinding, di pinggir jalan, dan tempat keramaian

Dalilnya, melukis dan memotret berbeda. Memotret itu sama seperti asli (layaknya cermin). Melukis itu mesti mereka-mereka.

Hukum asalnya, memotret itu boleh. Menjual hasil pemotretan juga boleh, selama memperhatikan kaidah umum syariat Islam dalam pemotretan.

Lihat rincian ini dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer, Cetakan ke-23, Tahun 2020. Dr. Erwandi Tarmizi, M.A., Penerbit Berkat Mulia Insani.

Semoga bermanfaat.

 

Baca juga: 

 

Diselesaikan di @ Darush Sholihin, 17 Februari 2021 (6 Rajab 1442 H)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/27212-hukum-fotografi-dalam-islam.html